IMPLAN ENDODONTIK
A.
IMPLAN
GIGI
Implan
gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga
diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi
adalah suatu alat yang ditanam secara bedah ke dalam jaringan lunak atau tulang
rahang sehingga dapat berfungsi sebagai akar pengganti untuk menahan gigi
tiruan maupun jembatan. Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat
diterima jaringan tubuh, cukup kuat dan dapat berfungsi bersama-sama dengan
restorasi protesa di atasnya. Menurut Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat
implan gigi adalah sebagai berikut :
1. Biokompatibel yang dimaksud dengan
biokompatibel adalah non toksik, non alergik
non karsinogenik, tidak
merusak dan mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak korosif.
2.
Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan
3.
Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi
4.
Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar
5.
Dapat dibuat dalam berbagai bentuk
Indikasi
pemasangan implan gigi adalah :
1. Pada pasien
dengan ketebalan tulang rahang yang cukup.
2. Pasien dengan
kebersihan rongga mulut yang baik.
3. Pasien yang
kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan tetapi
sulit memakai
gigi tiruan konvensional akibat adanya koordinasi otot
mulut yang
kurang sehingga stabilitas gigi tiruan sulit tercapai atau
adanya refleks
muntah sehingga sulit memakai gigi tiruan.
4. Pasien yang
menolak gigi aslinya diasah untuk pembuatan gigi tiruan.
Kontra indikasi
pemasangan implan gigi :
1. Pada pasien
dengan keadaan patologi pada jaringan lunak dan keras.
2. Luka
ekstraksi yang baru.
3. Pasien dengan
penyakit sistemik.
4. Pasien yang
hipersensitif terhadap salah satu komponen implan.
5. Pasien dengan
kebiasaan buruk seperti bruksism, merokok dan alkohol.
6. Pasien dengan
kebersihan mulut yang jelek.
Klasifikasi implan gigi
Berdasarkan bahan yang digunakan :
1. Logam
Terdiri
dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam. Pemakaian Stainless Steel
merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi terhadap nikel, pemakaiannya
juga dapat menyebabkan arus listrik galvanik jika berkontak dengan logam
campuran atau logam murni. Vitallium paling sering digunakan untukkerangka
implan subperiosteal. Titanium terdiri dari titanium murni dan logam campuran
titanium yang tahan terhadap korosi. Implan yang dibuat dari logam dengan
lapisan pada permukaan adalah implan yang menggunakan titanium yang
telah
diselubungi dengan lapisan tipis keramik kalsium fosfat pada bagian strukturnya.
2. Keramik
Keramik
terdiri keramik bioaktif dan bio-inert. Bioaktif berarti bahan yang
memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan,
contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan bioglass. Bio-inert adalah
bahan yang bertolenrasi baik dengan tulang tetapi tidak terjadi formasi tulang.
3. Polimer dan
komposit
Polimer
dibuat dalam bentuk porus dan padat, digunakan untuk peninggian dan penggantian
tulang. Ia merupakan suatu bahan yang sukar dibersihkan pada bagian yang
terkontaminasi dan pada partikel porusnya karena sifatnya yang sensitif
terhadap formasi sterilisasi.
Berdasarkan
penempatannya dalam jaringan maka implan gigi terdiri dari :
1) Implan
subperiosteal
Implan
ini lebih lama dibanding jenis implan yang lain dan pertama sekali diperkenalkan
oleh Muller dan Dahl pada tahun 1948. Implan ini tidak ditanam ke dalam tulang,
melainkan diletakkan diatas tulang alveolar dan dibawah periosteum. Terutama
digunakan pada kondisi rahang yang mengalami atrofi yang hebat, apabila pasien
telah mengalami kegagalan berkali-kali dalam pemakaian protesa atau pada kasus
dimana proses atrofi menimbulkan rasa sakit pada daerah mentalis.Implan ini
memerlukan teknik insersi dua tahap.Penggunaan implan subperiosteal pada rahang
atas telah dibatasi karena dilaporkan bahwa keberhasilannya dalam lima tahun tidak
mencapai 75%. Implan ini juga tidak dianjurkan untuk ditempatkan pada tempat yang
antagonisnya merupakan gigi asli.
2) Implan
endosteal
Implan
endosteal ditanam ke dalam tulang rahang melalui gusi dan periosteum, sebagian
tertanam dan terkait dalam tulang. Implan ini mempunyai tiga desain dasar yaitu
blade, cylinder dan screw. Dalam implan endosteal diharapkan terjadi
osseointegrasi yaitu penyatuan tulang dengan implan tanpa diperantarai jaringan
lunak. Popularitas implan endosteal semakin meningkat, terlihat dari banyaknya
pilihan desain yang dapat digunakan. Laporan-laporan menyebutkan bahwa tingkat
keberhasilannya dapat melebihi 15 tahun apabila teknik bedah dan perawatan
pasca bedah dilakukan dengan baik. Ditinjau dari teknik bedahnya, implan
endosteal terdiri dari teknik insersi satu tahap dan insersi dua tahap. Pada
teknik satu
tahap, pembedahan hanya dilakukan sekali sehingga tonggak abutment menonjol
keluar mukosa setelah operasi selesai. Sedangkan pada teknik dua tahap, operasi
dilakukan dua kali yaitu operasi pertama untuk meletakkan implan pada tulang
rahang. Setelah masa penyembuhan, dilakukan operasi kedua untuk pemasangan abutment.
3) Implan transosteal
atau transosseous
Merupakan
implan gigi yang menembus tulang rahang dan hanya
digunakan pada
rahang bawah. Implan jenis ini jarang dipakai dan dilaporkan
memiliki tingkat
keberhasilan yang rendah
B.
IMPLAN
ENDODONTIK.
Definisi
dari endodontik implan suatu implan dari bahan metal yang diinsersikan kedalam
tulang periapikal melalui saluran akar gigi (Jablonski, 1982). Fungsi implan
endodonti seperti pasak/post tetapi menembus tulang alveolus untuk menambah
perbandingan akar mahkota sehingga gigi menjadi lebih stabil ( Wallace, 1998,
Riyadarshini & Narayanan, 2000)
Indikasi implan endodontik :
1.
Gigi abutment dengan akar terlalu
pendek.
2.
Fraktur akar horisontal, apabila
pengambilan segmen apikal diperlukan akan tetapi mengurangi perbandingan
mahkota-akar.
3.
Apeks akar belum menutup sempurna.
4.
Rasio akar dan mahkota yang tidak
memadai
5.
Resorpsi internal yang parah dengan
perforasi eksternal dan membutuhkan pengambilan akar yang teresorbsi.
6.
Apikoektomi dengan hilangnya bagian
akar banyak.
7.
Gigi insisivus dengan keterlibatan
periodontal dan gigi-gigi sebelahnya tidak dapat di gunakan sebagai abutment
yang baik.
8.
Gigi permanent dicidui yang gigi
permanennya tidak ada.
9.
Gigi yang avulsi dan sudah di
reimplantasi, tetapi tetap goyah.
10. Gigi
yang telah di hemiseksi dengan kegoyahan yang parah.
Kontra
indikasi impaln endodonti :
1.
Kondisi sistemik yang parah seperti
DM.
2.
Pasca radiasi atau infeksi pada regio
yang akan dipasang implan.
3.
Poket periodontal yang menyebabkan
adanya hubungan langsung dengan apeks gigi.
4.
Tulang vertikal di bawah apeks gigi
kurang dari 7 mm.
5.
Inklinasi gigi yang menghambat
pemasangan implan.
6.
Adanya struktur anatomis seperti sinus
maksilaris, vestibulum nasal, kanal alveoler inferior, foramen mentalis.
7.
Akar yang sangat bengkok.
(Curcio, 1984)
Keunggulan
implan endodontik dibanding implan prosthetik :
1.
Berada dalam saluran akar gigi sehingga
meniadakan hubungan langsung antara implan dengan jaringan di dalam rongga
mulut.
2.
Jaringan ikat (ligamentum periodontal)
tetap melekat pada permukaan gigi.
3.
Menghindari pencabutan gigi.
4.
Menstabilkan gigi karena dapat
mengembalikan perbandingan akar dan mahkota sehingga gigi masih dapat
dipertahankan di dalam rongga mulut dan dapat berfungsi kembali.
5.
Menghindari penggunaan implan
prostetik yang sangat membutuhkan adaptasi dengan gingiva.
6.
Perawatan memerlukan waktu yang
singkat dan mengurangi waktu kunjungan.
(Parriera,dkk
1996)
Kerugiaan penggunaan implan endodontik
adalah sukar dicapainya adaptasi anatomis dan kerapatan didaerah apeks (
Wallace, 1998).
Endodonti implan termasuk kedalam endosteal
implan karena implan tertanam ke dalam tulang melalui saluran akar gigi yang
telah di preparasi dengan bahan paduan antara titanium dan logam lain.
Endodonti implan jarang untuk dilakukan karena keterbatasan kasus yang bisa
dilakukan tindakan ini. Tetapi akhir-akhir ini sudah mulai dikembangkan bahan
implan yang lebih biokompatibel seperti misalnya mini dental implan(MDI).
Dengan endodonti implan osseointegrasi bahan implan dan jaringan tulang
terbantu dengan adanya akar gigi yang berfungsi sebagai perekat antara keduanya
dimana sisa akar gigi akan lebih mudah untuk mengalami osseointegrasi. Seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
C.
OSSEOINTEGRASI IMPLAN GIGI.
Berbagai hasil penelitian dan pengalaman
klinis menyatakan bahwa kesuksesan aplikasi piranti implan tergantung pada
osseointegrasi dengan pertimbangan utama kecocokan anatomi dan sifat
mekanismenya. Sementara itu proses osseointegrasi di pengaruhi banyak faktor
diantaranya lokasi anatomi, ukuran implan dan desain, prosedur pembedahan, efek
beban, lingkungan biologis, umur dan jenis kelamin dan secara khusus
karakteristik permukaan implan diantaranya komposisi kimia,
wettabelity(pembasahan), adanya fasa kristalin dan amorfus, kekasaran dan
porositas. Interaksi awal antara bahan implan dan lingkungan biologis
dipengaruhi oleh sifat-sifat permukaan yang mengatur jumlah dan kemampuan
adhesi sel-sel pada permukaan implan sehingga sel atau jaringan dapat
berkembang.
Persyaratan yang
harus dimiliki bahan implan diantaranya adalah bersifat biokompatibilitas,
bioaktif dengan jaringan sekitarnya di dalam tubuh sehingga dapat terjadi
osseointegrasi, dapat memberi perfoma yang baik saat bahan implan diimplantasi,
memberi sifat mekanis yang baik yaitu kompatibel dengan bagian yang
digantikannya di dalam tubuh, ketahanan terhadap korosi dalam cairan-cairan
yang terdapat didalam tubuh. Berdasarkan
persyaratan tersebut perkembangan yang begitu pesat telah banyak dilakukan baik
pada material titanium murni maupun paduannya sebagai bahan implan. Hal ini
disebabkan Titanium murni maupun paduan Titanium memiliki sifat yang lebih
banyak memenuhi persyaratan sebagai
bahan implan dibandingkan logam-logam lain. Titanium murni maupun paduannya
memiliki sifat biokompatibilitas dan biomekanis yang lebih baik dari logam lain
serta secara biologi bersifat inert, dan memiliki ketahanan korosi yang sangat
tinggi yaitu dengan spontan dapat membentuklapisan titanium oksida(TiO₂) di
permukaannya. Lapisan ini bersifat biokompatibilitas yang baik didalam tubuh
manusia dan mencegah lepasnya material dibawahnya ke dalam tubuh. Apabila
lapisan TiO₂ terlepas maka segera dibentuk lapisan TiO₂ baru oleh material
Titanium ini sehingga dapat menghambat korosi.
Performa implan ditunjukkan oleh
interaksi antara bahan implan dengan jaringan disekitarnya. Mekanisme interaksi
ini terjadi di interface implan dengan jaringan hidup didalam tubuh. Beberapa
hasil penelitian yang meneliti interaksi interface antara implan dengan
jaringan hidup disekitarnya menginformasikan bahwa komposisi, energi permukaan,
dan kekasaran permukaan bahan implan sangat menentukan performa implan di dalam
jaringan tubuh agar terjadi oseointegrasi, atau dengan kata lain permukaan
bahan implan harus bersifat bioaktif. Bahan yang bersifat Biokompatibilitas
belum tentu bersifat bioaktif untuk memberikan kemampuan jaringan hidup
beregenerasi disekitar permukaan implan. Suatu bahan dikatakan bersifat
bioaktif tidak hanya memberikan osteoconductive tetapi juga mampu memberikan
osteoinductive. Meskipun Titanium bersifat biokompatibilitas sehingga memenuhi
syarat untuk bahan implan akan tetapi bahan ini terbukti kurang bersifat
bioaktif untuk menginduksi pengendapan CaP(Calcium Phosphat) pada saat
implantasi di dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi oseointegrasi tulang
dengan bahan implan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, berbagai modifikasi
permukaan implan titanium dan paduan implan titanium telah dilakukan agar
bersifat osteoconductive dan osteoinductive sehingga terjadi osteointegrasi.
D.
REAKSI IMUNOLOGI
IMPLAN GIGI.
Biokompatibilitas
imunologi dari bahan implan tergantung pada bahan implantasi, efek inflamasi
komponen implan dan reaksi individu. Sitotoksik, genotoksik dan efek alergi dari ion
logam banyak diteliti. Namun belum jelas
sejauh mana mekanisme alergi (hyperergic) menyebabkan reaksi intoleransi implan. Pada
beberapa pasien, eksim lokal atau umum, Pembengkakan lokal , atau bahkan longgarnya
implan telah digambarkan sebagai akibat dari hipersensitif terhadap komponen
implan. Efek ini agak jarang terjadi
pada bahan implan nikel, kobalt atau kromium, sensitisasi angka dalam
populasi umum berkisar antara 2 - 10% . T-limfosit diaktifkan oleh interaksi
reseptor sel T dengan antigen, misalnya peptideassociated ion logam menyebabkan
reaksi hipersensitiv tipe lambat . Jadi, faktor yang mempengaruhi sel-sel
antigen adalah sel-sel seperti makrofag atau sel dendritik yang langsung berfungsi
sebagai limfosit.
Mekanisme reaksi hipersensitif tipe lambat merupakan hasil Interaksi dari
limfosit T primer yang spesifik dengan antigen. Belum diketahui bagaimana sel T
primer meninggalkan sirkulasi untuk mencapai tempat akumulasi antigen dalam
jaringan. Mungkin hanya sejumlah kecil sel-T primer saja yang diperlukan untuk
mencapai antigen, mungkin melalui sirkulasi secara acak, untuk memicu
terjadinya respon. Secara umum, limfosit-T helper tidak bereaksi dengan antigen
bebas. Limfosit T helper dapat mengenali antigen ketika antigen tersajikan
dalam ikatan dengan molekul HLA kelas II. Molekul HLA kelas II ini terletak
pada permukaan sel pembawa antigen (antigen presenting Cell) yang termasuk
didalamnya makrofag dan sel khusus dengan tonjolan dendritik dalam epidermis,
disebut sel Langerhans. Reaksi ini menstimulasi sel T helper untuk mensekresi
sejumlah senyawa yang secara kolektif disebut sitokin, yang mengaktifkan
sitotoksik dan sel T supresor dan membawa makrofag ke daerah tersebut.
Ditemukan pula mediator kimia yang penting dari respon hipersensitif tipe lambat disamping sitokin, termasuk
didalamnya banyak faktor yang disekresi oleh makrofag. Salah satu yang penting
dari sitokin ialah interleukin-1, yang menyokong pelepasan reaktan fase akut
oleh hati, meningkatkan proliferasi sel T dan bekerja pada pusat termolegulator
hipotalamus untuk merangsang demam. Karena itu, inetrleukin-1 bertanggung jawab
atas terjadinya beberapa gejalanya DTH yang sistemik. Pelepasan alergen
potensial seperti nikel, krom atau kobalt tergantung pada komposisi, modifikasi
permukaan dan kimia atau faktor korosi fisik. Rendahnya pH dan oksigenasi jaringan yang berdekatan
dapat mempengaruhi permukaan logam
bahkan mengarah ke rilis titanium dalam jaringan sekitarnya sehingga
menimbulkan reaksi hipersensitif. Jumlah,
komposisi dan ukuran partikel yang berbeda akan menyebabkanperbedaan respon
dari makrofag , fibroblast dan osteoblast.
E.
RINGKASAN
Dalam beberapa kondisi, respon imun spesifik
mungkin timbul terhadap komponen implan dan menyebabkan reaksi intoleransi klinis.
Partikel implan mempunyai peran sebagai stimulus proses inflamasi. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui pengaruh komponen implan secara
sistemik. Pendekatan interdisipliner, termasuk seluler dan molekuler akan
membantu untuk mengoptimalkan bahan implan dan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi pada pasien dengan kondisi alergi terhadap komponen implan.
REFERENSI
1. Text Book of Oral and Maxillofacial
Surgery by Balaji
2. Massaro C, Rotolo P, Ricardis RD,
Milelle E, Comperative investigation of The Surface Properties of commercial titanium dental implants, Part I :
Chemical Composition J Material In Med 2002 ; 13: 535-48.
3. Bagno A, Belo CD, Surface Treatment and Roughness Properteis
of Ti Based Biomaterial. J material in 2004; 15: 935-49.
4. Lin CM, Yen SK, Characterization and
Bone Strength of Electrolytic HA/TiO2 double layer for orthopedic Application
J.Material in Med 2004;15:1237-46.
5. Valereto ICL , Wolynec S.
Electrochemical Impedance Spectroscopy Caracterization of passive film formed
on Implant Ti-6Al-7Nb Alloy in Hanks Solution J.Material in Med 2004;
15:55-9.
6. Diniz MG, Soarez GA, Coelho MJ,
Fernandez MH. Surface Topografi Modulates The Osteogenesis in Human bone Marrow
Cell Culture Grown in Titanium Sample
7. Prepared By a Combination of
Mechanical and Acid Treatment J. Material in Med 2002; 13:421-32.
8. Andreas E.dkk : Pemasangan Implan
Endodontik Sebagai Stabilisator Majalah kedokteran gigi juni 2010; 17(1) :
23-28
9. P. Thomas and B. Summer Allergic
reactions to metal implants: Influence of wear debris New Developments in the
Basic Science of Ceramics and Other Alternative Bearings 25-29